Diksi "Kelentit" dalam Puisi WS. Rendra
SAJAK S L A
Oleh
:
W.S. Rendra
W.S. Rendra
Murid-murid
mengobel klentit ibu gurunya
Bagaimana itu mungkin ?
Itu mungkin.
Karena tidak ada patokan untuk apa saja.
Semua boleh. Semua tidak boleh.
Tergantung pada cuaca.
Tergantung pada amarah dan girangnya sang raja.
Tergantung pada kuku-kuku garuda dalam mengatur kata-kata.
Bagaimana itu mungkin ?
Itu mungkin.
Karena tidak ada patokan untuk apa saja.
Semua boleh. Semua tidak boleh.
Tergantung pada cuaca.
Tergantung pada amarah dan girangnya sang raja.
Tergantung pada kuku-kuku garuda dalam mengatur kata-kata.
Ibu
guru perlu sepeda motor dari Jepang.
Ibu guru ingin hiburan dan cahaya.
Ibu guru ingin atap rumahnya tidak bocor.
Dan juga ingin jaminan pil penenang,
tonikum-tonikum dan obat perangsang yang dianjurkan oleh dokter.
Maka berkatalah ia
Kepada orang tua murid-muridnya :
“Kita bisa mengubah keadaan.
Anak-anak akan lulus ujian kelasnya,
terpandang di antara tetangga,
boleh dibanggakan pada kakak mereka.
Soalnya adalah kerjasama antara kita.
Jangan sampai kerjaku terganggu,
karna atap bocor.”
Ibu guru ingin hiburan dan cahaya.
Ibu guru ingin atap rumahnya tidak bocor.
Dan juga ingin jaminan pil penenang,
tonikum-tonikum dan obat perangsang yang dianjurkan oleh dokter.
Maka berkatalah ia
Kepada orang tua murid-muridnya :
“Kita bisa mengubah keadaan.
Anak-anak akan lulus ujian kelasnya,
terpandang di antara tetangga,
boleh dibanggakan pada kakak mereka.
Soalnya adalah kerjasama antara kita.
Jangan sampai kerjaku terganggu,
karna atap bocor.”
Dan
papa-papa semua senang.
Di pegang-pegang tangan ibu guru,
dimasukan uang ke dalam genggaman,
serta sambil lalu,
di dalam suasana persahabatan,
teteknya disinggung dengan siku.
Di pegang-pegang tangan ibu guru,
dimasukan uang ke dalam genggaman,
serta sambil lalu,
di dalam suasana persahabatan,
teteknya disinggung dengan siku.
Demikianlah
murid-murid mengintip semua ini.
Inilah ajaran tentang perundingan,
perdamaian, dan santainya kehidupan.
Inilah ajaran tentang perundingan,
perdamaian, dan santainya kehidupan.
Ibu
guru berkata :
“Kemajuan akan berjalan dengan lancar.
Kita harus menguasai mesin industri.
Kita harus maju seperti Jerman,
Jepang, Amerika.
Sekarang, keluarkanlah daftar logaritma.”
“Kemajuan akan berjalan dengan lancar.
Kita harus menguasai mesin industri.
Kita harus maju seperti Jerman,
Jepang, Amerika.
Sekarang, keluarkanlah daftar logaritma.”
Murid-murid
tertawa,
dan mengeluarkan rokok mereka.
dan mengeluarkan rokok mereka.
“Karena
mengingat kesopanan,
jangan kalian merokok.
Kelas adalah ruangbelajar.
Dan sekarang : daftar logaritma !”
jangan kalian merokok.
Kelas adalah ruangbelajar.
Dan sekarang : daftar logaritma !”
Murid-murid
tertawa dan berkata :
“Kami tidak suka daftar logaritma.
Tidak ada gunanya !”
“Kami tidak suka daftar logaritma.
Tidak ada gunanya !”
“kalian
tidak ingin maju ?”
“Kemajuan
bukan soal logaritma.
Kemajuan adalah soal perundingan.”
Kemajuan adalah soal perundingan.”
“Jadi
apa yang kaian inginkan ?”
“Kami
tidak ingin apa-apa.
Kami sudah punya semuanya.”
Kami sudah punya semuanya.”
“Kalian
mengacau !”
“Kami
tidak mengacau.
Kami tidak berpolitik.
Kami merokok dengan santai.
Sperti ayah-ayah kami di kantor mereka :
santai, tanpa politik
berunding dengan Cina
berunding dengan Jepang
menciptakan suasana girang.
Dan di saat ada pemilu,
kami membantu keamanan,
meredakan partai-partai.”
Kami tidak berpolitik.
Kami merokok dengan santai.
Sperti ayah-ayah kami di kantor mereka :
santai, tanpa politik
berunding dengan Cina
berunding dengan Jepang
menciptakan suasana girang.
Dan di saat ada pemilu,
kami membantu keamanan,
meredakan partai-partai.”
Murid-murid
tertawa.
Mereka menguasai perundingan.
Ahli lobbying.
Faham akan gelagat.
Pandai mengikuti keadaan.
Mereka duduk di kantin,
minum sitrun,
menghindari ulangan sejarah.
Mereka tertidur di bangku kelas,
yang telah mereka bayar sama mahal
seperti sewa kamar di hotel.
Sekolah adalah pergaulan,
yang ditentukan oleh mode,
dijiwai oleh impian kemajuan menurut iklan.
Dan bila ibu guru berkata :
“Keluarkan daftar logaritma !”
Murid-murid tertawa.
Dan di dalam suasana persahabatan,
mereka mengobel ibu guru mereka.
Mereka menguasai perundingan.
Ahli lobbying.
Faham akan gelagat.
Pandai mengikuti keadaan.
Mereka duduk di kantin,
minum sitrun,
menghindari ulangan sejarah.
Mereka tertidur di bangku kelas,
yang telah mereka bayar sama mahal
seperti sewa kamar di hotel.
Sekolah adalah pergaulan,
yang ditentukan oleh mode,
dijiwai oleh impian kemajuan menurut iklan.
Dan bila ibu guru berkata :
“Keluarkan daftar logaritma !”
Murid-murid tertawa.
Dan di dalam suasana persahabatan,
mereka mengobel ibu guru mereka.
Yogya,
22 Juni 1977.
Potret Pembangunan dalam Puisi
Potret Pembangunan dalam Puisi
Dalam Puisi diksi “kelentit” itu adalah hal yang wajar. Karena
bisa menjadi ironi sekaligus perlambang dalam mengungkapkan gagasan atau ide. Mengobel
kelentit menjadi ironi dalam system pendidikan kita. Sebagaimana karya W.S.
Rendra yang lain, karya karya Rendra selalu melintasi ruang dan waktu,
mangabadi, meskipun karya tersebut di ciptakan di tahun 70an.
Mengobel kelentit menjadi ironi akan tidak adanya patokan
nilai nilai etika, semua tergantung amarah dan girangnya sang raja. Jadi bukan
sesuatu yang tabu untuk menjadikannya diksi puisi. Justru bisa menjadi daya
evokasi (menguatkan makna) dari puisi
tersebut.
WS. Rendra mengekspresikan karya-karyanya dengan menulis
apa yang dilihat, didengar, dan dihayati dari kondisi masyarakat sekitarnya.
Penyair yang bisa mengidentifikasikan dirinya dengan mereka yang terluka,
mereka yang dimiskinkan oleh kekuasaan, mereka yang disergap kesepian dan
membuatnya terasing dalam derap laju pembangunan yang gegap gempita.
Pendidikan menjauhkan kita dari nilai nilai budaya
menghormati, welas asih, saling berbagi, menolong teman, menjadikan kita selalu
berhitung dengan matematika untung rugi. Rendra memberikan warning kepada kita
semua agar menjadikan pendidikan kembali kepada khitahnya memanusiakan manusia.
Hal yang terpenting yang hendak disampaikan oleh Rendra
adalah keteladanan adalah hal yang penting dalam Pendidikan, terutama apa yang
dilakukan oleh Guru dan orang tua, juga pejabat Negara.
Puisi Puisi Rendra selalu actual, karena selaras dengan
kehidupan sebagaimana pesannya :
“hanya dalam solidaritas dengan lingkungan alam, budaya dan
kosmos, manusia dapat merasakan kedekatan dengan Tuhan hingga bisa manjing ing
kahanan dan manunggaling kawula Gusti”
Dengan diksi diksinya yang bisa membuat kita melambung dan
terhenyak, Sajak-sajak kritik social WS.
Rendra juga bisa berarti sebuah pemberontakan. Bukan sebagai pemberontak dengan
orientasi politik dan kekuasaan, tetapi selalu memberontak akan
keterbetasan-keterbatasan yang diciptakan karena dogma, doktrin politik,
keadaan sosial yang timpang, kemiskinan, dan penindasan pada manusia. Dari
sinilah pembaca akan menemukan sebuah benang merah yang terjalin dan selalu
relevan dengan aktualitas negeri.
Arif Gumantia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar