wawuwalik79

>

Senin, 09 Februari 2015

Kapitalisme Menggunakan Pendidikan Sebagai Sarana Menipu Rakyat

Kapitalisme Menggunakan Pendidikan Sebagai Sarana Menipu Rakyat.

Written By PEMBEBASAN JogjaJateng on Kamis, 18 Desember 2014 | 16.51



Oleh: Ferdi Rudolf Pangkey*


Kapitalisme merupakan wujud yang menghancurkan nilai-nilai humanisme, adalah suatu hal yang telah kita ketahui bersama. Berdasarkan logika kapital, kapitalisme berupaya untuk meningkatkan profit atau keuntungan. Proses ini dilakukan oleh kapitalis, dimana sektor-sektor yang merupakan barang publik pun kemudian dikomodifikasi sedemikian rupa menjadi barang milik pribadi atau diprivatisasi dengan tujuan utama menumpuk profit tanpa batas. Semisalnya air dan udara yang gratis, karena dianggap bukan barang langka, kini telah diperjual-belikan dan menjadi komoditi yang menguntungkan.

Hal yang sama juga  menimpa dunia pendidikan, sektor ini kini telah menjadi ajang bisnis yang menggiurkan. Beragam model dan strategi bisnis pendidikan dilakukan untuk diprofitkan, serta menekan kesadaran dalam ilmu pengetahuan. Pendidikan yang semestinya dapat dirasakan oleh semua kalangan, kini hanya mampu dirasakan segelintir kalangan. Hal ini justu bertentangan dengan konsep dan etos pengetahuan, yang di dalam masyarakat rasional, pengetahuan itu harus di bagi-bagikan tanpa ada pembatasan dan menjadi bukti irasionalitas sosial dari institusi-institusi tersebut.

Itulah segelintir wujud dari privatisasi pendidikan, pelepasan tanggung jawab negara terhadap hak seluruh rakyat tanpa terkecuali. Selain itu mendesain kurikulum pendidikan agar sesuai dengan kepentingan bisnis, biaya pendidikan yang tinggi, dan pembatasan pengetahuan terhadap  pendidikan. Ini jelas merupakan masalah besar kita bersama, dan kita harus mengembalikan visi misi pendidikan yakni mencerdaskan dan juga dapat dinikmati oleh seluruh manusia tanpa ada kebohongan-kebohongan pengetahuan di dalamnya. 

Kapitalisme memanfaatkan pendidikan sebagai alat membodohkan rakyat paling nampak dirasakan oleh pendidikan tataran Perguruan Tinggi atau Universitas yang selanjutnya disebut kampus. Kampus semestinya sebagai institusi ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam periode renaisans hingga abad ke 20, kampus dipandang sebagai tempat perkumpulan orang-orang yang menggandrungi kebenaran dan melakukan riset-riset, baik empiris maupun filosofis. Tetapi kenyataannya hari ini kita melihat perkembangan mundur pendidikan di kampus, dimana pengetahuan yang semestinya bersifat membebaskan justru dipenjara oleh sistem.

Bisa dilihat secara jelas di kampus kita masing-masing, pendidikan kita saat ini digunakan oleh kapitalisme sebagai sarana untuk pembodohan. Serta pengetahuan dijadikan sebagai hak milik dan suatu sumber keuntungan pribadi. contohnya, mahasiswa dibatasi perkuliahannya lima tahun. Setiap harinya harus mengerjakan tugas-tugas dari dosen, harus memenuhi presensi 75% agar bisa mengikuti ujian. Sementara biaya mahal, buku-buku yang disediakan terbatas. Membatasi ruang gerak mahasiswa dengan tidak dibolehkannya organisasi gerakan mahasiswa masuk kampus, dan masih banyak bentuk pembodohan lainnya. Apalagi di tahun 2015 mendatang Kemenhan akan kembali mengaktifkan Resimen Mahasiswa (Menwa). Yang itu artinya militerisme akan kembali memasuki kampus seperti jaman orba.

Hal-hal tersebut-lah yang membuat mahasiswa menjadi apatis. Mahasiswa hanya peduli dengan diri sendiri, tanpa peka terhadap apa yang sedang terjadi disekitarnya. Mengejar kesuksesan sendiri yang pada ahirnya akan menindas rakyat dan membodohinya. Padahal peran dan fungsi mahasiswa sebagai manusia yang diberi kesempatan untuk menikmati pendidikan lebih, semestinya mampu bergandengan dengan rakyat membuat tatanan kehidupan baru menjadi baik.

Ditambah mekanisme pemberian nilai di banyak universitas-universitas yang mengikuti suatu kurva normal statistik – ada tingkatan terbaik sampai terburuk yakni A, B, C, D, E, dan K – tanpa memperdulikan prestasi mahasiswa secara keseluruhan. Perilaku macam apa yang kemudian dianggap rasional oleh mereka yang berfungsi di suatu struktur semacam itu? Tentu, dengan menyimpan pengetahuan itu untuk diri mereka sendiri atau sebagian kecil oknum. Penekanan-penekanan semacam ini adalah bentuk penghambatan terhadap kebebasan berpikir terhadap pengetahuan yang bersifat bebas, hal ini juga didukung oleh teori-teori borjuis yang notabenenya untuk kepentingan mahasiswa.

Ya, memang kapitalisme berupaya untuk mengubur esensi dari pengetahuan dengan cara membatasi pengetahuan untuk menekan kesadaran manusia dalam mengembangkan pengetahuan secara bebas, disamping menggerakan manusia pada persaingan individu-individu untuk mencapai kesuksesan. Itu semua dilakukan untuk mewujudkan mimpinya (kapitalisme), membodohi dan menipu rakyat menjadi pekerjaannya.

Pengetahuan memiliki sifat yang bebas untuk mencapai kesadaran tentang manusia, yang didasarkan pada suatu konsep solidaritas akan persatuan kita. Dalam pengetahuan ini, kita sadar, bagaimana kita memahami kebutuhan-kebutuhan dari kehidupan yang lain, dan kebutuhan-kebutuhan mereka yang bisa kita bantu. Pengetahuan jenis ini dengan serta merta membawa kita sebagai makhluk yang hidup di tengah masyarakat, memberi kita suatu pemahaman tentang basis bagi segenap kehidupan kita. Pengetahuan ini merupakan esensi pengetahuan sosial yang bersifat langsung dan serta merta (tanpa mediasi) karena tak bisa dikomunikasikan lewat uang sebagai perantara. Tetapi di dunia pendidikan dalam Universitas saat ini, pengetahuan itu dibatasi sehingga kita tidak bisa sampai pada pengetahuan yang membawa kita ke akarnya, pada manusia.

Jadi, tampak jelas dan relevan dengan realitas hari ini, ilmu pengetahuan diperkosa oleh sistem pendidikan kapitalis. Dimana teori-teori ekonomi berkembang begitu pesat dengan logika kapitalnya, yang nyatanya membuka ruang kompetisi untuk manusia dengan logika individualisme dan membunuh nilai sosial dalam logika humanisme serta secara tidak langsung telah melancarkan kapitalisme untuk melanggengkan kepentinganya. Di lain sisi, teori-teori sosial hanya bersandar pada pengetahuan yang baik secara teknis, tetapi mengabaikan esensi dari pengetahuan itu sendiri. Sehingga yang terjadi adalah ketidak-sinambungan antara teori dan praktis dalam realitas sosial.  Ini merupakan beberapa contoh dari banyak kasus di dunia pendidikan dalam Universitas hususnya, terkait dengan pembatasan pengetahuan oleh kapitalisme dalam sistem pendidikan.



Salam pembebasan manusia!

*Ferdi Rudolf Pangkey, merupakan anggota aktif PEMBEBASAN Kolektif Sleman, Komisariat APMD.

Referensi:
  • Michael.A.Lebowitz, “Sosialisme sekarang juga.”  
  • wasi gede puraka, “Universitas tidak lagi menjadi pusat sains.”
Referensi gambar: 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMA-t1Ulr5LJxUxSX2DK8RytTMkvUYZQwQXhvDT4PkZ2sOMRXNSCmgsBRvRD5oVJdjBaUgPECoYQeT_LrWfoyi9r4WvSD5Ro_huKLLZftMdJ9mXRgh7QIV6xlor5Yw7mSqjHlW5jW-KRIn/s1600/stop.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar