PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
(PROBLEM BASED LEARNING)
1. PENGERTIAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL)
Arends (dalam Supinah dan Sutanti, 2010) mengemukakan bahwapembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang bertujuanmerangsang terjadinya proses berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang berorientasimasalah. Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) adalah strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa di mana siswa mengelaborasikan pemecahan masalah dengan pengalaman sehari-hari (en.wikipedia.org).
Pada pembelajaran berbasis Masalah siswa dituntut untuk melakukan pemecahan-pemecahan masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada.
Dalam ruang lingkup Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa berperan sebagai seorang professional dalam menghadapi permasalahan yang muncul, meskipun dengan sudut pandang yang tidak jelas dan informasi yang minimal.Siswa tetap dituntut untuk menemukan solusi terbaik yang mungkin ada. Pembelajaran Berbasis Masalah membuat perubahan dalam proses khususnya dalam segi peranan guru. Guru tidak hanya berdiri di depan kelas dan berperan sebagai pemandu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan memberikan langkah-langkah penyelesaian yang sudah jadi melainkan guru berkeliling kelas memfasilitasi diskusi, memberikan pertanyaan, dan membantu siswa untuk menjadi lebih sadar akan proses pembelajaran.
2. TUJUAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL)
Wardhani (dalam Supinah dan Sutanti, 2010) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang bertujuan merangsang terjadinya proses berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang berorientasi masalah. Lebih lanjut dikemukakan PBL utamanya dikembangkan untuk membantu siswa sebagai berikut :
a. Mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi
b. Belajar berbagai peran orang dewasa
Dengan melibatkan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi (pemodelan orang dewasa), membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar melakukan peran orang dewasa
c. Menjadi pelajar yang otonom dan mandiri
Kemampuan untuk menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya kemampuan belajar secara autodidak dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat yang merupakan bekal penting bagi siswa dalam mengarungi kehidupan pribadi, sosial maupun dunia kerja selanjutnya.
3. LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL)
Menurut Wardhani (dalam Supinah dan Sutanti, 2010) mengemukakan PBL mengikuti tiga aliran pikiran utama yang berkembang pada abad duapuluh yaitu sebagai berikut :
a. Pemikiran John Dewey dan Kelas Demokratisnya (1916). Menurut Dewey, sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan yang nyata. Pendapat Dewey ini memberikan dasar filosofis dari PBL.
b. Pemikiran Jean Piaget (1886-1980). Menurut Piaget, anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu itu memotivasi anak untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati. Ketika tumbuh semakin dewasa dan memperoleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan mereka, memotivasi mereka untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu.
c. Pemikiran Lev Vygotsky (1896-1934) dengan Konstruktivismenya, serta Jerome Bruner dengan Pembelajaran Penemuannya. Vygotsky berpandangan bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Bruner menyatakan pentingnya pembelajaran penemuan, yaitu model pembelajaran yang menekankan perlunya membantu siswa memahami struktur atau ide dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan yakin bahwa pembelajaran yang sebenarnya adalahyang terjadi melalui penemuan pribadi.
4. CIRI-CIRI PPEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL)
Wardhani (dalam Supinah dan Sutanti, 2010) ciri-ciri khusus dari PBL adalah sebagai berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pertanyaan dan masalah yang diajukan pada awal kegiatan pembelajaran adalah yang secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Masalah yang diangkat hendaknya dipilih yang benar-benar nyata sehingga dalam pemecahannya siswa dapat meninjaunya dari banyak mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik. Penyelidikan autentik, berarti siswa dituntut untuk menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Metode yang digunakan tergantung pada masalah yang dipelajari.
d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. Siswa dituntut untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak. Artefak yang dihasilkan antara lain dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video, program komputer. Siswa juga dituntut untuk menjelaskan bentuk penyelesaian masalah yang ditemukan. Penjelasan antara lain dapat dilakukan dengan presentasi, simulasi, peragaan.
5. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL)
Menurut Hanifah dan Suhana (2009) Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 tahap utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan pada siswa suatu masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa yaitu :
Tahap
|
Kegiatan guru
|
Tahap 1 : Orientasi siswa pada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
|
Tahap 2 : Mengorganisasikan siswa untuk belajar
|
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
|
Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individu maupun kelimpok
|
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
|
Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
|
6. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL)
Menurut Wardhani (dalam Supinah dan Sutanti, 2010), prinsip-prinsip yang harus diacu dalam pelaksanaan PBL adalah sebagai berikut :
a. Tugas-tugas perencanaan
Perencanaan yang dilakukan guru akan memudahkan pelaksanaan berbagai tahap kegiatan pembelajaran dan pencapaian tujuan yang diinginkan, yaitu
- Menetapkan tujuan pembelajaran
Guru menetapkan tujuan pada saat perencanaan dan tujuan itu dikomunikasikan dengan jelas kepada siswa pada tahap berinteraksi.
- Merancang situasi masalah yang sesuai
Guru merancang situasi masalah yang sesuai dan merencanakan cara-cara untuk memberi kemudahan bagi siswa dalam melaksanakan proses perencanaan penyelesaian masalah. Situasi masalah yang baik memenuhi lima kriteria, yaitu: 1. Masalah harus autentik, artinya masalah harus lebih berakar pada dunia nyata daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu 2. Masalah seharusnya tak terdefinisi secara ketat dan dapat menghadapkan siswa pada suatu makna misteri atau teka-teki. 3. Masalah hendaknya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual mereka. 4. Masalah hendaknya cukup luas untuk memungkinkan guru menggarap tujuan pembelajaran mereka dan masih cukup terbatas untuk membuat layaknya pelajaran dalam waktu, tempat dan sumber daya yang terbatas. 5. Masalah hendaknya efisien dan efektif bila diselesaikan secara kelompok,
- Mengorganisasi sumberdaya dan rencana logistik
Guru bertanggung jawab dalam memasok bahan yang diperlukan dalam kegiatan.
b. Tugas interaktif
- Mengorientasikan siswa pada situasi masalah
Pada tahap orientasi ini, guru perlu menyajikan situasi masalah dengan hati-hati atau dengan prosedur yang jelas dan melibatkan siswa dalam identifikasi masalah. Situasi masalah harus disampaikan kepada siswa semenarik dan setepat mungkin. Dalam hal ini yang penting diperhatikan guru adalah bahwakegiatan orientasi pada situasi masalah akan menentukan pada tahap penyelidikan berikutnya, sehingga presentasinya harus menarik minat siswa dan menghasilkan rasa ingin tahu.
- Mengorganisasi siswa untuk belajar
PBL membutuhkan pe-ngembangan keterampilan kolaborasi antar siswa dalam kegiatan penyelidikan, sehingga kegiatan penyelidikan perlu dilakukan secara bersama. Untuk itu, disarankan agar guru mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar kooperatif. Jika tugas penyelidikan cukup besar dan rumit maka tugas guru adalah membantu siswa menghubungkan tugas dan aktivitas penyelidikan dengan jadwal waktu yang dapat ditampilkan dalam bentuk diagram jadwal kegiatan.
- Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok dalam mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pada intinya kegiatan penyelidikan mencakup: pengumpulan data dan eksperimentasi (sesungguhnya atau secara mental), berhipotesis, menjelaskan hipotesa, memberikan pemecahan dan mengembangkan atau menyajikan artefak dan pameran.
- Pengumpulan data dan eksperimentasi.
Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Untuk itu, guru dapat membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang membuat siswa memikirkan tentang masalah dan jenis-jenis informasi yang dibutuhkan
7. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PBL)
Adapun kelebihan dari Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) ini yaitu :(http://bismillah36.wordpress.com/2010/05/30/pembelajaran-berbasis-masalah/)
a. Kelebihan
- Peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan dan terjadi interaksi yang dinamis diantara guru dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa.
- Peserta didik mempunyai keterampilan mengatasi masalah.
- Peserta didik mempunyai kemampuan mempelajari peran orang dewasa.
- Peserta didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan independen
- Keterapilan berfikir tingkat tinggi, menurut Resnick cirri-ciri berfikir tingkat tinggi
b. Kekurangan
- Memungkinkan peserta didik menjadi jenuh karena harus berhadapan langsung dengan masalah.
- Memungkin peserta didik kesulitan dalam memperoses sejumlah data dan informasi dalam waktu singkat, sehingga PBL ini membutuhkan waktu yang relatif lama.
PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
1. PENGERTIAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)”. CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. (Direktorat, 2010).
Menurut Johnson (dalam Supinah, 2008) CTL merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Menurut Nurhadi (dalam nurdin, 2009) bahwa ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual, yaitu:
a. Adanya kerja sama, sharing dengan teman dan saling menunjang
b. Siswa aktif dan kritis, belajar dengan bergairah, menyenangkan dan tidak membosankan, serta guru kreatif
c. Pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber
d. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa misalnya: peta, gambar, diagaram, dll.
e. Laporan kepada orang tua bukan sekedar rapor akan tetapi hasil karya siswa, laporan praktikum.
Untuk memahami pembelajaran kontekstual maka ada kata kunci dalam pembelajaran kontekstual yaitu:
a. Real world learning, mengutamakan pengalaman nyata;
b. Berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, dan kreatif serta guru mengarahkan;
c. Pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan nyata, serta adanya perubahan perilaku dan pembentukan.
d. Siswa praktek, bukan menghafal, Learning bukan Teaching, pendidikan bukan pengajaran;
e. Memecahkan masalah dan berpikir tingkat tinggi;
f. Hasil belajar di ukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.
3. KOMPONEN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Menurut Nurhadi (dalam Nurdin, 2009) bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivisme)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong, Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
2. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrempailan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merancang kegiatan yang merujukpada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkanya.
3. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula dari “bertanya”.Questioning (bertanya) merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya daalm pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “Sharing” antara teman, antar kelompok dan antara yang tahu dan yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana adalah anggota masyarakat belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar