wawuwalik79

>

Sabtu, 14 Februari 2015

STATEMENT POLITBIRO CC PKI 17 Agustus 1966

STATEMENT POLITBIRO CC PKI 17 AGUSTUS 1966

Menempuh Jalan Revolusi untuk Mewujudkan Tugas–Tugas Yang Seharusnya Dilaksanakan Revolusi Agustus 1945

(Statement Politbiro CC PKI 17 Agustus 1966)


Rakyat Indonesia memperingati Ulang Tahun ke- 21 Revolusi Agustus 1945 kali ini dalam keadaan berkuasanya kontra revolusi yang dibenggoli oleh Jendral-Jendral Kanan AD Soeharto-Nasution, tenaga penggerak revolusi sedang mengalami kemunduran besar sebagai akibat dari teror putih yang luar biasa kejam dan ganasnya terhadap organisasi-organisasi dan orang-orang revolusioner dan demokratis, terutama PKI dan orang-orang komunis. Sejarah Indonesia dalam zaman modern belum pernah menyaksikan merajalelanya teror kontra-revolusioner yang kebiadabannya hanya dapat disetarakan dengan Nazi-isme Hittler, seperti yang selama hampir satu tahun ini dipraktekkan oleh kekuatan-kekuatan yang dibenggoli oleh Jendral-Jendral Reaksioner AD. Akan tetapi, betapapun ganas dan biadabnya kontra-revolusioner mengamuk, mereka tidak akan dapat mematikan élan revolusi klas buruh, kaum tani, dan tenaga penggerak revolusi lainnya.

Perkembangan dalam beberapa bulan terakhir ini menunjukkan bahwa, krisis, yaitu keadaan paling sulit yang dialami oleh gerakan revolusioner dalam menghadapi pukulan kontra-revolusi seperti ketiadaan ketegasan pimpinan, berantakannya organisasi, kepasifan dalam menghadapi mengamuknya teror, dsb, pada pokoknya telah dilalui. Setapak demi setapak kaum revolusioner dan demokrat mengorganisasikan diri kembali dan melakukan perlawanan terhadap Diktatur Militer Jendral-Jendral Reaksioner AD Suharto-Nasution. Semuanya ini dilakukan dalam keadaan yang yang sulit dan berat, di bawah ancaman teror yang tak henti-hentinya. Betapa tak terpatahkan semangat revolusioner rakyat Indonesia.

PKI, yang menurut keharusan sejarah menempati kedudukan sebagai pelopor klas buruh dan semua kekuatan revolusioner di Indonesia, bukan saja membangun kembali organisasinya dari kerusakan-kerusakan yang amat berat, tetapi berkat dilakukannya kritik dan oto-kritik di kalangan pimpinan dan seluruh Partai telah memulai menempuh kembali jalan yang benar, jalan revolusi yang diterangi Marxisme-Lenisisme.

Kaum revolusioner memperingati hari 17 Agustus kali ini dalam keadaan yang amat sulit, tetapi dengan fikiran yang terang mengenai jalan yang harus ditempuh untuk mewujudkan tugas-tugas yang seharusnya dilaksanakan Revolusi Agustus 1945. Revolusi Agustus 1945 itu sendiri, walaupun gagal mencapai tujuan obyektifnya merupakan suatu peristiwa dan pengalaman sejarah yang sangat penting. Revolusi Agustus 1945 telah membangkitkan kesadaran politik rakyat Indonesia dalam taraf yang tidak mungkin dicapai dalam keadaan tidak ada revolusi. Ia telah membangkitkan keberanian rakyat. Ia telah memberikan pelajaran proletariat Indonesia dan PKI, tentang kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi untuk memikul tugas sejarahnya sebagai pemimpin perjuangan pembebasan rakyat Indonesia. Tidak ada cara yang lebih tepat untuk memperingati hari 17 Agutus 1945 kecuali dengan menarik pelajaran-pelajaran dari padanya, terutama dari sebab-sebab kegagalannya.

Mengapa Revolusi Agustus 1945 Gagal Mencapai Tujuan Obyektifnya ?

Berdasar syarat-syarat obyektif, karena Indonesia pada waktu itu negeri jajahan dan setengah feodal, maka Revolusi Agustus 1945 berwatak borjuis demokratis dengan dua tugas, yaitu mengusir Imperialisme dari Indonesia, membebaskan seluruh nasion, dan melaksanakan perubahan perubahan demokratis, menghancurkan sampai ke akar-akarnya sisa-sisa feodalisme, membebaskan kaum tani dari penindasan feodal tuan tanah asing dan pribumi.

Revolusi Agustus 1945 menurut keharusan sejarah bukan revolusi borjuis demkratis tipe lama, yang tugas-tugasnya melikuidasi sisa-sisa feodalisme untuk membuka jalan perkembangan kapitalisme. revolusi agustus 1945 terjadi pada zaman keruntuhan kapitalisme, zaman revolusi proletar sosialis dunia, zaman peralihan dari kapitalisme ke sosialisme dan komunisme yang dimulai sejak revolusi sosialis oktober 1917. oleh karena itu Revolusi Agustus 1945 menjadi bagian dari revolusi proletar sosialis dunia. Ia adalah revolusi borjuis demokratis tipe baru. Kemenangan revolusi borjuis demokratis tipe baru secara sempurna berarti memberikan syarat bagi pelaksanaan revolusi sosialis. Oleh karena itu hari depan revolusi Agustus 1945 adalah sosialisme dan komunisme.

Tenaga penggerak revolusi agustus 1945 adalah klas buruh/proletariat, kaum tani, dan borjuasi kecil diluar kaum tani. Segi anti Imperialisme revolusi agustus 1945, yang menonjol pada permulaannya memungkinkan dimobilisasinya golongan-golongan penduduk Indonesia yang amat luas. Bukan saja borjuasi nasional yang dalam batas-batas tertentu anti Imperialisme dan anti feodalisme, tetapi juga elemen-elemen patriotic lainnya termasuk tuan tanah patriotic, telah ikut membantu dalam perang kemerdekaan melawan Imperialisme belanda.

Akan tetapi tidak semua klas dan golongan yang telah ikut dalam melawan agresi Imperialisme belanda pada awal revolusi mempunyai tujuan yang sama dalam mengisi kemerdekaan Indonesia yang akan diperoleh sebagai hasil revolusi melawan Imperialisme itu. Klas-klas penghisap, termasuk juga borjuasi nasional tidak mempunyai tujuan yang lebih jauh dari pada mempertahankan dan mengembangkan kepentingan-kepentingan klasnya. Oleh karena itu klas-klas ini tidak mempunyai tujuan untuk membebaskan rakyat Indonesia dari segala bentuk penghisapan.

Kaum komprador seperti Hatta, Hyahrir dan pemimpin-pemimpin soska lainnya serta pemimpin-pemimpin Masyumi dan sebangsanya sama sekali tidak mempunyai cita-cita untuk Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis. Sudah sejak permulaan revolusi Agustus mereka senantiasa berusaha untuk menggagalkan revolusi dengan mengadakan kompromi-kompromi yang reaksioner dengan Imperialisme belanda. Mereka adalah penghianat-penghianat revolusi.

Borjuasi nasional, karena wataknya yang bimbang dalam melawan Imperialisme, ketika revolusi mengalami kekalahan demi kekalahan, dan kekuatan kekuatan revolusi menjadi lemah telah ikut borjuasi komprador menghianati revolusi.

Kaum tani, yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia dan paling ditindas oleh sisa-sisa feodalisme, adalah tenaga pokok revolusi. Menurut wataknya, revolusi agustus 1945 seharusnya adalah revolusinya kaum tani, revolusi yang membebaskan mereka dari penindasan feodalisme. Tetapi kaum tani hanya akan mencapai kebebasannya dengan pimpinan proletariat. Dan hanya apabila proletariat telah dapat berpadu dalam persekutuan yang teguh dengan kaum tani, maka ia dapat memimpin revolusi mencapai kemenangan.

Klas buruh atau proletariat Indonesia, walaupun jumlahnya kecil, tetapi mewakili kekuatan produksi baru di Indonesia. Ia adalah klas yang paling maju, paling revolusioner, memiliki kesadaran organisasi dan disiplin yang kuat. Sebagai klas yang tidak mempunyai milik yang harus dipertahankan dalam zaman kapitalisme, maka klas buruh adalah klas yang paling konsekuen di negeri kita dalam melawan Imperialisme dan sisa-sisa feodalisme. Klas buruh adalah klas yang paling sepi ing pamrih, dan yang bertujuan untuk menghapuskan segala bentuk penghisapan dan penindasan. Oleh karena itulah klas buruh menduduki tempat sebagai pemimpin perjuangan pembebasan rakyat Indonesia. Revolusi agustus 1945 seharusnya dipimpin oleh klas buruh Indonesia.

Mengkarakterisasi watak klas dari borjuasi dan proletar dalam revolusi borjuasi demokratis, Lenin mengatakan bahwa “kedudukan yang ditempati oleh borjuasi sebagai klas di dalam masyarakat kapitalis tidak boleh tidak menyebabkan tidak konsekuen di dalam revolusi demokratis. Kedudukan yang ditempati proletariat sebagai klas memaksanya menjadi konsekuen demokratis. Borjuasi menoleh kebelakang, takut pada kemajuan demokratis, yang mengancam akan memperkuat proletariat. Proletariat tidak kehilangan satupun kecuali belenggunya, tetapi dengan bantuan demokratis mereka akan memperoleh dunia” (Lenin, dua taktik social demokrasi dalam revolusi demokratis)

Pimpinan klas buruh atas revolusi borjuasi demokratis diwujudkan dengan jalan klas buruh harus menggalang front persatuan revolusioner dengan semua klas dan golongan anti imperialisme dan anti feodalisme. diantara klas-klas dan golongan anti imperialisme dan anti feodalisme di indonesia, kaum tani adalah sekutu yang paling terpercaya dari klas buruh. oleh karena itu persekutuan buruh dan tani di bawah pimpinnan klas buruh merupakan dasar daripada front persatuan revolusioner itu. borjuasi kecil diluar kaum tani adalah sekutu klas buruh yang dapat dipercayai. dan borjuasi nasional adalah sekutu dalam periode tertentu dan dalam batas-batas tertentu.

Untuk bisa mempersatukan dan memimpin klas-klas anti imperialisme dan anti feodalisme, klas buruh harus mempunyai program dan taktik yang tepat yang menjadi pedoman jalannya revolusi dan yang disetujui oleh sekutu-sekutunya, harus mempunyai organisasi yang kuat dan harus menjadi teladan dalam melaksanakan tugas-tugas nasional. dalam hal program yang tepat sangat penting artinya program agraria revolusi untuk menggalang persekutuan buruh dan tani. dalam hal taktik yang tepat sangat penting artinya menguasai berbagai bentuk perjuangan dan dalam revolusi, khususnya revolusi indonesia menguasai bentuk perjuangan bersenjata yang bersatu dengan dan mendapat dukungan kaum tani. semuanya ini hanya dapat dipenuhi apabila proletariat mempunyai partai politiknya sendiri, yaitu partai komunis indonesia, yang sepenuhnya dipimpin oleh teori revolusi marxisme – leninisme, yang bebas dari segala oportunisme.

Pengalaman Revolusi Agustus 1945 menunjukkan bahwa PKI sebagai pelopor klas buruh Indonesia belum dapat menduduki tempat sebagai pemimpin perjuangan pembebasan rakyat Indonesia. PKI memasuki Revolusi Agustus 1945 tanpa persiapan-persiapan yang baik. Sangat lemahnya di bidang teori dan kurangnya mengenal keadaan konkret masyarakat indonesia menyebabkan PKI belum dapat merumuskan sifat-sifat revolusi dan tugas-tugasnya, program, taktik-taktik, dan semboyan-semboyan revolusi serta prinsip-prinsip dan bentuk-bentuk organisasi yang tepat. Martabat PKI yang tinggi di kalangan rakyat Indonesia yang diperoleh berkat keperwiraan dalam melawan Imperialisme dan feodalisme pada masa penjajahan Belanda dan Jepang tidak dapat menjelmakan kepemimpinan PKI atas Revolusi Agustus 1945.

Kelemahan teori dan ketidakmampuan melakukan analisa konkret atas situasi konkret dunia dan indonesia, telah menyebabkan PKI tidak mampu menggunakan kesempatan yang sangat baik yang diberikan oleh Revolusi Agustus 1945 untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. PKI tidak memimpin secara konsekuen perjuangan bersenjata melawan Imperialisme Belanda, tidak mengembangkan peperangan gerilya yang bersatu dengan gerakan demokratis kaum tani sehingga mendapat sokongan penuh dari kaum tani, sebagai satu-satunya jalan untuk mengalahkan perang agresi Imperialisme Belanda. Sebaliknya PKI malahan menyetujui dan menjalankan politik kompromi reaksioner dari kaum soska Syahrir; PKI tidak menggalang persatuan buruh dan tani dengan memimpin perjuangan anti feodalisme di desa-desa. Dan atas dasar persekutuan buruh dan tani menggalang front persatuan dengan semua kekuatan demokratis lainnya; PKI tidak memperkuat diri tetapi malah menenggelamkan perannya sendiri. Inilah sebab yang telah membikin Revolusi Agustus 1945 tidak berjalan sebagaimana mestinya, tidak dapat mencapai kemenangan yang menentukan dan akhirnya gagal dalam mencapai tujuan obyektifnya.

Kesadaran akan kekuarangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan dan usaha untuk mengembalikan revolusi pada jalannya yang benar, yang dikemukakan dalam resolusi politbiro cc PKI “jalan baru untuk republic Indonesia” pada bulan agustus 1948 tidak dapat lagi mencegah kegagalan revolusi.

Soal Pokok Dari Setiap Revolusi Adalah Soal Kekuasaan Negara

Bagi setiap orang revolusioner, apalagi komunis adalah merupakan syarat mutlak untuk memahami kebenaran dalil bahwa “soal pokok dari setiap revolusi adalah soal kekuasaan Negara”. Tidak memahami kebenaran dalil ini tidak mungkin menjadikan seorang peserta yang benar-benar sedar. Karena revolusi dalam arti yang kongkrit adalah penggulingan kekuasaan klas penindas, atau perebutan kekuasaan Negara dari tangan klas penindas oleh klas-klas tertindas dengan jalan kekerasan. Klas-klas tertindas untuk membebaskan dirinya dari penindasan dan penghisapan tidak ada jalan lain kecuali melakukan revolusi, yaitu dengan kekerasan menggulingkan klas penindas dari kekuasaan Negara, atau dengan kekerasan merebut kekuasaan Negara. Sebab Negara adalah alat yang diciptakan oleh klas yang berkuasa untuk menindas klas yang dikuasai.

Tetapi bagi suatu revolusi rakyat yang sungguh-sungguh dalam zaman modern sekarang ini tidaklah cukup hanya dengan merebut kekuasaan dari tangan klas penindas dan menggunakan kekuasaan yang telah direbutnya itu. Marx mengajarkan bahwa menghancurkan mesin Negara kemiliteran-birokrasi adalah “syarat pendahuluan daripada setiap revolusi rakyat yang sungguh-sungguh” (Lenin, Negara dan Revolusi). Suatu revolusi rakyat yang sungguh-sungguh dapat dikatakan mencapai kemenangan yang menentukan apabila telah menyelesaikan syarat pendahuluan itu, dan bersamaan dengan itu membentuk alat kekuasaan yang sama sekali baru yang bertugas untuk menindas dengan kekerasan dan tak kenal ampun perlawanan klas penindas yang telah digulingkan.

Apakah yang seharusnya dilakukan oleh revolusi Agustus 1945 mengenai kekuasaan Negara?

Sebagai syarat pendahuluan revolusi Agustus 1945 seharusnya menghancurkan mesin Negara colonial beserta aparaturnya yang dibangun untuk mempertahankan kolonialisme atas Indonesia, dan bukannya sekedar pemindahan kekuasaan ke tangan Republik Indonesia. revolusi Agustus 1945 seharusnya mendirikan Negara yang sama sekali baru. Negara yang dikuasai bersama oleh klas-klas anti-Imperialisme dan anti-feodalisme di bawah pimpinan klas buruh.

Inilah yang dinamakan Negara demokrasi rakyat. Sebagai alat revolusi nasional dan demokratis. Negara demokrasi rakyat harus menjalankan diktatur, menindas dengan kekerasan senjata dan tak kenal ampun musuh-musuh revolusi (Imperialisme beserta komprador dan tuan tanah Feodal), yang sesudah digulingkan pasti mengadakan perlawanan berlipat ganda. Kepada rakyat, yaitu kepada kekuatan-kekuatan pendukung revolusi Negara itu harus memberikan kebebasan demokratis seluas-luasnya. Oleh karena itulah Negara sedemikian itu disebut diktatur demokrasi rakyat. revolusi Agustus 1945 hanya dapat dikatakan mencapai kemenangan yang menentukan apabila berhasil membentuk Negara diktatur rakyat. Karena hanya Negara yang demikian itulah yang dapat menjamin di usirnya sama sekali sisa-sisa feodalisme dan demikian mengantarkan rakyat Indonesia memasuki Indonesia baru yang merdeka penuh dan demokratis, menuju sosialisme.

Tetapi dalam keadaan pimpinan revolusi tidak berada di tangan proletariat, maka “syarat pendahuluan” dari revolusi Agustus 1945, yaitu penghancuran mesin negara kolonial, tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Kekuasaan Negara yang dilahirkan bukanlah Diktatur Demokrasi Rakyat. Ikutnya orang-orang komunis dalam pemerintahan, dan bahkan ketika kabinet dipimpin orang komunis, tidak memberikan watak kepada RI sebagai Negara rakyat, karena alat-alat birokrasi kolonial tidak dihancurkan secara total dan diganti alat yang sama sekali baru. Orang-orang yang di jiwanya sudah berdaki, berkarat sebagai pengabdi-pengabdi kekuasaan kolonial tidak disingkirkan dari alat-alat kekuasaan negara. Di desa-desa kekuasaan politik masih berada di tangan penguasa-penguasa Feodal. Usaha untuk menghapuskan pemerintahan perseorangan dengan membentuk komite nasional Indonesia (KNI) desa mengalami kegagalan. Tidak jarang aksi-aksi rakyat untuk menghancurkan sama sekali mesin birokrasi kolonial, seperti dalam “Pendaulatan” terhadap penguasa-penguasa jahat, pendemokrasian pemerintah daerah termasuk penghapusan swapraja di daerah-daerah tertentu, ditindak dengan kekerasan oleh kekuasaan RI dengan dalih sebagai “anarkhi”, “hantam kromo”, “mendirikan negara dalam negara”.

Dengan tidak adanya pimpinan klas buruh, maka RI tidak bisa tidak adalah negara yang dikuasai borjuasi, dimana proletariat ikut serta. Negara yang watak klasnya demikian tidak dapat menjadi alat revolusi Agustus 1945. Tanpa Diktatur Demokrasi Rakyat revolusi Agustus 1945 tidak mempunyai alat untuk mengalahkan musuh-musuhnya dan karena itu tidak mungkin menyelesaikan tugasnya, yaitu membersihkan sampai ke akar-akarnya Imperialisme dan Feodalisme.

Pengunduran diri secara sukarela kabinet yang dipimpin oleh komunis pada tahun 1948 telah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi jatuhnya kekuasaan negara ditangan borjuasi reaksioner yang dipimpin oleh Hatta, yang mengkhianati revolusi agustus 1945 dengan melakukan teror putih dalam persitiwa madiun, sebagai pendahuluan dari pemulihan kepentingan-kepentingan imperialis belanda melalui persetujuan KMB yang hina, yang menjadikan Indonesia negeri setengah jajahan setengah feudal. Sejak saat itu RI sama sekali bukan alat untuk menyelesaikan revolusi agustus 1945, tetapi merupakan alat ditangan borjuasi komprador dan tuan tanah Indonesia untuk melindungi kepentingan imperialisme dan mempertahankan sisa-sisa feodalisme. Watak kekuasaan Negara yang anti rakyat itu dibuktikan dengan terang oleh penindasan terhadap hak-hak demokrasi, antara lain larangan mogok bagi kaum buruh dan pengusiran dengan kekerasan senjata kaum tani yang menduduki tanah-tanah perkebunan imperialis. Alat kekuasaan Negara yang terpenting, yaitu tentara yang dilahirkan oleh revolusi agustus 1945, yang telah mengalami pembersihan elemen-elemen melalui nasionalisasi dan terutama melalui teror putih peristiwa madiun, telah disesuaikan lebih lanjut dengan watak klas Negara yang sudah berubah penjamin kepentingan imperialisme dan klas-klas reaksioner dalam negeri, dengan memasukkan elemen-elemen tentara boneka yang dibentuk oleh belanda dan pengaruh misi militer belanda.

Kebangkitan kembali perjuangan revolusioner rakyat Indonesia dalam meneruskan perlawanan terhadap penindasan yang dilakukan oleh imperialisme dan sisa-sisa feodalisme sesudah persetujuan KMB telah mendapatkan kemenangan-kemenangan bagian atau reform, dengan mengurangi sifat anti demokratisnya kekuasaan borjuasi. Reform-reform politik tertinggi yang pernah dicapai oleh perjuangan rakyat Indonesia adalah pemerintah yang dalam batas-batas tertentu memberikan kebebasan demokratis kepada rakyat, dalam batas-batas tertentu menindas pemberontakan dan aksi-aksi kontra revolusioner lainnya dari kekuatan – kekuatan kanan di dalam negeri seperti RMS, DI/TII, PRRI/Permesta dll, atas desakan rakyat mengambil tindakan terhadap kepentingan ekonomi imperialisme dan membatasi masuknya pengaruh kebudayaan imperialis, menjalankan politik luar negeri yang anti imperialis dan memberi kesempatan pada wakil proletariat untuk ikut dalam pemerintahan tetapi tidak memegang kekuasaan riil.

Akan tetapi salahlah apabila mengira bahwa adanya pemerintah yang sedemikian itu berarti suatu perubahan fundamental watak klas kekuasaan Negara. Juga tidak tepat untuk menganggap bahwa fakta-fakta seperti tersebut di atas menandakan lahir dan berkembangnya suatu aspek yang mewakili kepentingan rakyat atau aspek pro rakyat dalam kekuasaan Negara. Kesalahan sedemikian itu, seperti yang diformulasi dalam ”teori dua aspek “ dalam kekuasaan Negara, menganggap bahwa dengan fakta-fakta seperti disebutkan di atas, maka dalam Negara RI terdapat dua aspek, yaitu aspek anti rakyat yang terdiri dari klas-klas komprador, kapitalis birokrat, dan tuan tanah di satu fihak, dan aspek pro-rakyat yang terdiri terutama dari borjuasi nasional dan proletariat di fihak lain. Menurut teori dua aspek ini, di Indonesia bisa terjadi keajaiban, yaitu bahwa Negara bukan lagi merupakan alat penindas klas yang berkuasa terhadap klas lainnya, tetapi bisa menjadi alat yang dikuasai secara bersama-sama oleh klas penindas dan klas-klas tertindas. Dan pengubahan secara fundamental kekuasaan Negara yaitu lahirnya kekuasaan rakyat, dapat dicapai secara damai dengan mengembangkan aspek pro rakyat dan melikuidasi secara berangsur-angsur aspek anti rakyat.

Teori dua aspek dalam kekuasaan Negara adalah suatu kesalahan berat sebelah atau subyektif dalam pentrapan filsafat Marxis-Leninis khususnya ajaran tentang kontradiksi, dan merupakan pengingkaran terhadap ajaran Marxis-Leninis mengenai Negara dan revolusi, yang antara lain mengatakan bahwa “Negara adalah alat kekuasaan dari klas tertentu yang tak dapat didamaikan dengan antipedonya (klas yang berlawanan dengannya)” bahwa bentuk-bentuk negara borjuis adalah sangat beraneka ragam, tetapi isi pokoknya adalah sama; semua Negara itu apapun bentuknya, dalam analisa terakhir tidak dapat tidak kediktatoran borjuis; bahwa pergantian Negara borjuis…….”tidak mungkin tanpa suatu revolusi kekerasan’ (Lenin, Negara dan revolusi).

Dalam kekuasaan Negara memang ada kontradiksi antara borjuasi komprador dan tuan tanah yang pro imperialis di satu pihak dengan borjuasi nasional yang dalam batas-batas tertentu anti imperialis dan demokratis di pihak lain. Tetapi adanya kontradiksi ini tidak mengubah kedudukan Negara sebagai alat penindas daripada klas-klas yang berkuasa dilapangan ekonomi. Berhubung dengan pukulan-pukulan yang dilakukan oleh kekuatan revolusioner dan demokratis terhadap kekuatan kanan, terutama dengan penghancuran kekuatan bersenjata kontra revolusioner seperti DII/TII, PRRI/Permesta dll, borjuasi nasional yang dalam batas-batas tertentu anti imperialis dan demokratis itu, dengan sokongan rakyat sampai pada batas-batas tertentu dapat mendesak borjuasi komprador dan tuan tanah dalam kekuasaan Negara. Keadaan demikian ditunjukkan oleh terbetuknya pemerintah yang dalam batas-batas tertentu anti imperialis dan demokratis. Dengan maksud untuk mempertahankan kedudukan dalam menghadapi borjuasi komprador dan tuan tanah, borjuasi nasional berkepentingan menarik sokongan yang semakin besar dari rakyat. Dan untuk ini, sampai pada batas yang tidak membahayakan kepentingan klas mereka, mereka bersedia memberi konsesi politik kepada proletariat, yaitu orang-orang komunis dalam kedudukan yang tidak langsung memegang kekuasaan Negara yang menentukan.

Komunis bukannya tidak diperbolehkan secara prinsip ikut serta dalam pemerintahan borjuasi demokratis, tetapi tidak untuk memperkuat diktator borjuasi, tetapi untuk membela kepentingan-kepentingan yang bebas dari klas buruh dan rakyat pekerja lainnya, untuk mempercepat kesadaran rakyat bahwa kekuasaan borjuasi tidak mungkin menjamin kepentingan pokok rakyat.

Menurut teori tentang kontradiksi, berhubung dengan masuknya wakil-wakil proletariat dalam pemerintah, adalah benar analisa bahwa di dalam kekuasaan negara terdapat kontradiksi antara borjuasi komprador, kabir, dan tuan tanah di satu fihak, merupakan kekuatan pro-Imperialisme dan sisa-sisa Feodalisme (segi anti-rakyat), dengan borjuasi nasional dan proletariat di fihak yang lain (segi pro-rakyat), akan tetapi tidak boleh dilupakan bahwa juga menurut teori tentang kontradiksi dalam kekuatan rakyat terdapat pula kontradiksi. Borjuasi nasional adalah satu segi, dan proletariat adalah segi yang lain; satu sama lain merupakan dua segi yang berkontradiksi dalam apa yang disebut “segi rakyat” atau “segi pro-rakyat”

Kwalitet apa yang disebut “segi rakyat” atau “segi pro-rakyat” itu ditentukan oleh segi dimana -proletariat atau borjuasi nasional- yang berkuasa di dalam kontradiksi. “Segi Rakyat” akan betul-betul secara representatif mewakili kepentingan rakyat, apabila segi proletariat yang berdominasi, sesuatu hal yang tidak mungkin tercipta di dalam kerangka kekuasaan negara borjuis. Kenyataan yang berdominasi dalam “Segi Rakyat” adalah borjuasi nasional dan tidak dapat dikatakan mewakili kepentingan rakyat, yang hakikatnya adalah buruh dan tani.

Jadi mengharap akan terjadinya suatu perubahan fundamental dalam kekuasaaan negara, mengantar rakyat pada singgasana kekuasaan, melalui kemenangan “aspek rakyat” terhadap “aspek anti-rakyat” menurut “teori dua aspek” dalam kekuasaan negara adalah suatu khayal belaka. Rakyat hanya akan mencapai singgasana kekuasaan melalui revolusi bersenjata di bawah pimpinan klas buruh menggulingkan kekuasaan borjuasi komprador, kabir, dan tuan tanah yang mewakili kepentingan Imperialisme dan sisa-sisa Feodalisme.

”Teori Dua Aspek” dalam kekuasaan politk dalam praktek adalah melenyapkan kebebasan proletariat dalam melaksanakan front persatuan dengan borjuasi nasional. Meleburkan kepentingan proletariat ke dalam kepentingan borjuasi nasional, menempatkan proletariat sebagai embel-embel borjuasi nasional.
Untuk mengembalikan proletariat dalam kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan pembebasan rakyat Indonesia, adalah mutlak perlu mengkoreksi kesalahan “teori dua aspek” dalam kekuasaan politik, dan melampangkan pikiran yang keliru mengenai filsafat Marxis-Leninis tentang Negara dan Revolusi.

JALAN UNTUK MENCAPAI INDONESIA BARU YANG MERDEKA PENUH DAN DEMOKRATIS

Revolusi Agustus 1945 dalam arti yang kongkrit seharusnya adalah perebutan kekuasaaan dari tangan Imperialisme asing, penghancuran mesin negara kolonial secara total dan pembentukan kekuasaan negara yang sama sekali baru, yaitu diktatur Demokrasi Rakyat di bawah kepemimpinan klas buruh. Dalam arti yang kongkrit, Revolusi Agustus 1945 hanya berlangsung selama 3 tahun yaitu dari tahun 1945 s/d 1948. Revolusi Agustus 1945 secara definitif mengalami kegagalan sama sekali ketika kekuasaan negara sepenuhnya jatuh di tangan borjuasi reaksioner, dan digunakan untuk menindas tenaga-tenaga penggerak Revolusi.

Jadi tahun sesudah 1948, Indonesia tidak lagi berada dalam revolusi. Ini tidak berarti bahwa perjuangan revolusioner rakyat Indonesia menjadi berhenti. Tidak ! Perjuangan revolusioner itu terus berlangsung, tetapi ini bukan revolusi. Tujuan-tujuan langsung yang menjadi tuntutan perjuangan bukanlah perubahan-perubahan revolusioner, bukan penjebolan sampai ke akar-akarnya sistem masyarakat lama yaitu Imperialisme dan sisa-sisa Feodalisme, tetapi reform-reform di bidang ekonomi maupun di bidang politik. Adalah suatu kekeliruan yang semestinya tak usah terjadi bahwa tidak sedikit dikatakan kaum revolusioner Indonesia di masa yang lalu yang ikut tenggelam dalam permainan kata-kata ”revolusi belum selesai”, dan merasa seolah-olah terus berada dalam suasana berlangsungnya revolusi.

Sesudah terjadinya Revolusi Agustus 1945, Indonesia bukan lagi negeri jajahan. Akan tetapi, tidak berarti bahwa Indonesia sudah merupakan negeri yang merdeka penuh yang bebas sama sekali dari Imperialisme, baik di bidang ekonomi, politik, dan kebudayaan. Pengambil-alihan perusahaan-perusahaan Imperialis yang pernah dilakukan oleh pemerintah RI atas desakan rakyat sama sekali belum melikwidasi kekuasaan Imperialisme di bidang ekonomi. Dengan melalui berbagai jalan dan dengan bantuan kompradornya, kaum Imperialis terutama Imperialis AS tetap dapat melakukan penghisapan terhadap rakyat Indonesia. Lagi pula, karena yang berkuasa bukan rakyat, maka pengambil-alihan perusahaan-perusahaan Imperialis tidak mengubah kedudukan perusahaan-perusahaan tersebut menjadi perusahaan milik rakyat –melalui penguasaan oleh negara--, dan karena itu tidak dapat memperbaiki penghidupan rakyat, khususnya kaum buruh yang bekerja dalam perusahaan-perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya, pengambil-alihan perusahaan-perusahaan Imperialis itu telah melahirkan kapitalis-birokrat, baik dari kalangan sipil maupun dan terutama dari kalangan militer, yang akhirnya merupakan komprador Imperialis.

Selain itu, Indonesia juga belum merupakan negeri yang benar-benar demokratis, bebas dari sisa-sisa Feodalisme, baik di bidang ekonomi, politik, dan kebudayaan. Sistem Tuan tanah yang menjadi dasar penghisapan feodal atas kaum tani belum dihapuskan, dan demikian juga sistem pemerintahan otokrasi yang merupakan kekuasaan politik feodal masih tetap berjalan di desa-desa.

Singkatnya, sesudah terjadi Revolusi Agustus 1945, Indonesia merupakan negeri yang belum merdeka penuh atau masih setengah jajahan dan setengah feodal. Yang memerintah di Indonesia bukanlah rakyat, tetapi lapisan atas klas borjuasi dan tuan tanah. Hanya sebagian kecil orang-orang indonesia yang sudah dapat menikmati kemerdekaan. Sedangkan rakyat, terutama kaum buruh dan kaum tani yang paling banyak memberikan pengorbanan selama revolusi agustus 1945 masih hidup di bawah penghisapan dan penindasan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme dan karena itu maish jauh dari kemerdekaan dan kebebasan.

Berkuasanya diktatur militer jendral kanan AD Suharto-Nasution dengan komplotannya sekarang ini, yang terdiri dari klas-klas kapitalis birokrat, komprador dan tuan tanah, bukan saja tidak akan mengurangi penghisapan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme atas rakyat indonesia, tetapi bahkan akan lebih mengintensifkan penghisapan itu.

Seperti telah dibuktikan oleh kenyataan, untuk menegakkan kediktaturannya atas rakyat indonesia, jendral-jendral kanan AD suharto-nasution dengan komplotannya sedang menyandarkan diri sepenuhnya atas bantuan negeri-negeri imperialis yang dikepalai AS. Atas desakan imperialis AS, negeri2 imperialis yang memberi bantuan indonesia telah membentuk apa yang disebut “Klub Tokio”. Di dalam Klub Tokio ini sedang difikirkan cara-cara yang lebih efektif dalam memberi bantuan ekonomi kepada indonesia, bukan dari sudut kepentingan rakyat indonesia, akan tetapi dari sudut kepentingan negeri-negeri imperialis yang memberi bantuan, khususnya imperialis AS, supaya melalui bantuan ekonomi indonesia dapat diselamatkan dari ancaman komunis (diselamatkan dari revolusi yang akan menghancurkan kapitalis negeri-negeri imperialis di indonesia). Pembentukan klub tokio tidak lain adalah suatu usaha imperialis internasional yang dikepalai oleh imperialis AS, untuk bersama-sama menetapkan cara-cara yang lebih efektif neo-kolonialisme di indonesia.

Kenyataan ini tidak akan dapat di tutupi dengan pemberian nama yang indah-indah yang dikreasi oleh kaum reaksioner dalam negeri dan kaum imperialis internasional, seperti bantuan dari negeri-negeri maju industrinya, bantuan ekonomi atas dasar saling menguntungkan, dengan bantuan luar negeri mempercepat berdikari, dsb dsb. Tidak, sama sekali tidak!! Kenyataan akan tetap berbicara bahwa di indonesia di bawah kekuasaan diktatur militer jendral-jendral kanan suharto-nasution dengan komplotannya dan dengan bantuan imperialis internasional yang dikepalai AS, sedang dibangun neo-kolonialisme.

Oleh karena itu dibawah kekuasaan diktatur militer jendral-jendral kanan suharto-nasution dengan komplotannya, rakyat indonesia tidak akan mungkin bebas penderitaan lahir dan batin, dari hidup yang serba pincang.

Beribu-ribu kaum buruh telah menjadi korban pemecatan sewenang-wenang, dan yang masih bekerja bukan saja mengalami penderitaan yang semakin berat karena upahnya sangat jauh dibawah kebutuhan hidupnya, tetapi juga menderita karena diinjak-injaknya kebebasan demokratis. Nasib yang sama juga dialami oleh pegawai-pegawai negeri.

Dibawah kekuasaan diktatur militer jendral-jendral kanan suharto nasution dengan komplotannya, bukan saja UUPA dan UUPBH yang hanya sedikit menguntungkan kaum tani dilaksanakan, tetapi bahkan hasil-hasil yang sudah dicapai berkat perjuangan kaum tani banyak yang dirampas kembali oleh tuan tanah dengan kekerasan, dan akan makin banyak lagi kesewenang-wenangan tuan tanah terhadap kaum tani dijalankan di bawah lindungan kekuasaan senjata.

Kaum intelektual demokratis tidak lagi bebas mengembangkan ilmunya. Apa yang digembor-gemborkan tentang kebebasan mimbar akademik tidak lain adalah kebebasan menyebarkan ilmu untuk kepentingan imperialis dan klas-klas penghisap dalam negeri. Para mahasiswa dan pelajar tidak tenteram mengikuti kuliah dan pelajaran. Sedangkan para sastrawan dan seniman rakyat tidak lagi bebas mencipta karena segala sastra dan seni yang mengabdi pada rakyat ditindas, dan hanya sastra dan seni dekaden macam manikebu dan sebangsanya yang anti revoluisoner itu yang diberi kebebasan.

Dibawah kekuasaan diktatur militer jendral-jendral kanan AD, juga pengusaha kecil dan pengusaha nasional, baik di lapangan industri maupun perdagangan menghadapi hari depan yang suram.

Karena masyarakat indonesia masih setengah jajahan-setengah feodal, karena penindasan dan penghisapan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme atas rakyat indonesia belum dilenyapkan dan bahkan sedang diperketat oleh diktatur militer jendral-jendral kanan AD dan komplotannya bersama dengan kaum imperialis internasional, maka ini berarti bahwa sebab-sebab yang menimbulkan revolusi yang wataknya sama dengan revolusi agustus 1945, yaitu revolusi borjuasi demokartis tipe baru, masih tetap ada. Ini berarti bahwa ketika yang baik pasti terjadi lagi suatu revolusi di indonesia, dan bahwa hanya dengan jalan revolusi inilah rakyat indonesia akan membebaskan dirinya dari penindasan dan penghisapan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme, membangun indonesia baru yang merdeka penuh dan demokartis, menuju sosialisme.

Jika kita mengatakan bahwa rakyat indonesia pasti akan mengadakan revolusi sekali lagi yang wataknya sama dengan revolusi agustus 1945, apakah ini berarti bahwa revolusi yang pasti akan terjadi lagi sama sepenuhnya dengan revolusi agustus 1945?

Kontradiksi pokok dalam masyarakat indonesia sekarang masih sama dengan kontradiksi pokok ketika terjadi revolusi agustus 1945, yaitu imperialisme dan sisa-sisa feodalisme berkontradiksi dengan massa rakyat yang menghendaki kemerdekaan penuh dan demokrasi. Sistem imperialisme dan setengah feodal dipertahankan oleh kaum imperialis berserta kompradornya dan tuan tanah, berlawan dengan klas buruh, kaum tani, borjuasi kecil dan dalam batas-batas tertentu juga borjuasi nasional yang hendak menghapuskan sistem imperialisme dan feodalisme.

Jadi sasaran revolusi masih tetap, yaitu imperialisme dan sisa-sisa feodalisme, klas-klas yang menjadi musuh revolusi adalah pada pokoknya tetap, yaitu imperialisme, komprador, kapitalis birokrat dan tuan tanah, dan tenaga penggerak revolusi-pun tetap, klas buruh, kaum tani, dan borjuasi kecil. Akan tetapi perjuangan antara sasaran-sasaran revolusi dengan tenaga-tenaga penggerak revolusi mengalami perubahan-perubahan tertentu.
Tugas yang paling utama dari revolusi agustus 1945 pada waktu itu adalah merebut kekuasaan dari tangan kaum imperialis asing (imperialis jepang), dan karena imperalis belanda dengan perang agresi untuk mengembalikan kolonialisme atas rakyat indonesia, maka rakyat indonesia melawannya dengan menjalankan perang kemerdekaan. Dalam keadaan demikian, maka kontradiksi seluruh negeri kita dengan imperialisme belanda merupakan kontradiksi pokok, dan kontradiksi antara berbagai klas dalam negeri termasuk antara tuan tanah dengan kaum tani ditempatkan pada kedudukan yang dibawahkan oleh kontradiksi pokok itu. Pada ketika itu tepat dikatakan bahwa tugas menggulingkan imperialisme adalah primer dari dua tugas urgen yaitu menggulingkan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme.

Sesudah terjadinya revolusi agustus 1945 di indonesia tidak ada lagi kekuasaan politik imperialisme secara langsung (kecuali irian barat sebelum dibebaskan). Sejak kegagalan revolusi agustus 1945 kekuasaan politik di negeri kita berada di tangan klas-klas reaksioner dalam negeri, yaitu borjuasi komprador dan tuan tanah. Dan dalam periode dasawarsa terakhir ini lahir klas reaksioner baru yaitu kapitalis birokrat. Diantara mereka banyak berasal dari perwira-perwira AD yang memperoleh kedudukan mereka melalui SOB yang praktis hingga sekarang ini dipertahankan. Kabir yang menjadi komprador imperialis, terutama imperialis AS itulah yang sekarang menjelmakan dirinya dalam diktatur militer jendral kanan suharto-nasution dengan komplotannya. Dalam keadaan demikian tidak tepat untuk mengatakan menggulingkan imperialisme adalah primer dari dua tugas urgen, yaitu menggulingkan imperialisme dan feodalisme.

Sesudah kaum imperialis tidak secara langsung memegang kekuasaan politik di indonesia, maka kepentingan-kepentingan politik mereka diwakili oleh klas borjuasi komprador, kabir dan tuan tanah yang memegang kekuasaan negara RI. Oleh karena itu hanya dengan menggulingkan kekuasan klas-klas reaksioner dalam negeri itulah dapat diwujudkan secara nyata penggulingan imperialisme dam sisa-sisa feodalisme. Inilah tugas primer revolusi indonesia tingkat sekarang.

Tanpa melihat perbedaan syarat-syarat obyektif pada waktu terjadinya revolusi agustus 1945 dan sesudahnya dan tetap berpegang teguh pada semboyan menggulingkan imperialisme adalah primer, ketika imperialisme tidak memegang kekuasaan politik secara langsung di negeri kita, adalah salah. Kesalahan ini mengakibatkan terkekangnya perkembangan aksi-aksi revolusioner kaum buruh dan tani untuk tuntutan-tuntutan politik dan ekonomi mereka, karena kontradiksi klas-klas dalam negeri diharuskan tunduk pada perjuangan bersama menggulingkan imperialisme yang sebenarnya tidak mempunyai sasaran kongkret kecuali pembebasan irian barat, pengambil alihan perusahaan-perusahaan imperialis dan politik luar negeri yang anti imperialis. Semuanya ini telah banyak memperkuat kedudukan borjuasi daripada memperkuat kedudukan tenaga-tenaga penggerak revolusi, yaitu klas buruh, kaum tani dan borjuasi kecil.

Jadi perbedaan antara revolusi agustus 1945 dengan revolusi yang akan terjadi lagi dinegeri kita adalah terletak dari tangan siapa kekuasaan negara direbut oleh rakyat. Revolusi agustus 1945 merebut kekuasaan negara dari tangan imperialis asing, sedang revolusi yang akan datang merebut kekuasaan negara dari tangan klas-klas reaksioner dalam negeri. Oleh karena itu, kontradiksi antara klas-klas reaksioner dalam negeri yang memegang kekuasaan negara di satu pihak dan rakyat di pihak yang lain akan sangat menonjol dan tidak terdamaikan. Revolusi yang akan datang tetap berhakikat revolusi agraria, yaitu pembebasan kaum tani dari penindasan sisa-sisa feodalisme dengan menghapuskan sistem tuan tanah. Bersamaan dengan itu revolusi juga akan melakukan tindakan-tindakan anti imperialis.

Rakyat indonesia dewasa ini menghadapi diktatur militer jendral-jendral kanan suharto-nasution dengan komplotannya. Penjelmaan daripada kekuasaan klas-klas yang paling reaksioner di negeri kita. Di bawah rezim yang bersifat fasis, yang telah merampas sama sekali hak-hak demokrasi, dan hak-hak asasi rakyat ini, tidak ada kemungkinan bagi rakyat indonesia untuk melakukan aksi-aksi politik dan ekonomi secara damai, yang tidak mengalami penindasan dengan kekerasan senjata.

Ketiadaan demokrasi bagi rakyat, penindasan dengan kekerasan senjata setiap gerakan revolusioner dan demokratis, tidak bisa tidak memaksa seluruh rakyat mengangkat senjata guna membela hak-haknya. Perjuangan rakyat bersenjata tak terelakkan dan merupakan bentuk perjuangan terpokok revolusi yang akan datang. Hanya melalui jalan perjuangan bersenjata inilah rakyat indonesia akan menggulingkan kekuasaan kontra revolusioner yang bersenjata sebagai syarat untuk mewujudkan hasrat mereka yang telah diperjuangkan selama berpuluh-puluh tahun, yaitu kemerdekaan dan kebebasan.

Tak terelakannya jalan perjuangan bersenjata untuk mengalahkan kontra revolusioner bersenjata itu disedari bukan saja oleh kaum komunis, tetapi juga oleh kaum revolusioner non komunis. Meskipun demikian perlu memperingatkan bahwa perjuangan bersenjata untuk mengalahkan kekuasaan kontra revolusi bersenjata itu, sebagai revolusi tidak boleh dilakukan secara avonturisme militer, dengan jalan putch yang terpisah dari kebangkitan massa rakyat. Kaum revolusioner sedikitpun tidak boleh meninggalkan prinsip bahwa rakyatlah yang membebaskan mereka sendiri. Meninggalkan prinsip ini pasti berakhir dengan kegagalan.

Karena hakikat revolusi indonesia tingkat sekarang adalah revolusi agraria kaum tani, maka hakikat perjuangan bersenjata rakyat indonesia adalah juga perjuangan bersenjata kaum tani untuk membebaskan diri dari penindasan sisa-sisa feodalisme. Perjuangan bersenjata melawan kontra revolusi bersenjata tak mungkin tahan lama dan akhirnya pasti kalah apabila tidak berhakikat perjuangan bersenjata kaum tani melaksanakan revolusi agraria. Dan perjuangan bersenjata kaum tani melaksanakan revolusi agraria hanya dapat mencapai kemenangan sepenuhnya, sungguh-sungguh akan membebaskan kaum tani dari penindasan sisa-sisa feodalisme apabila dilakukan dengan pimpinan proletariat, bukan saja menggulingkan kekuasaan tuan tanah di desa-desa, tetapi menghancurkan seluruh kekuasaan kontra revolusi dalam negeri yang dewasa ini diwakili oleh diktatur militer jendral kanan suharto-nasution dan komplotannya.

Kesimpulan

Dengan mempelajari kembali soal-soal pokok dari pengalaman revolusi agustus 1945 kita dapat menarik kesimpulan yang sangat penting bagi proletariat indonesia dan PKI sebagai pelopornya dalam menghadapi tugasnya yang akan datang, yaitu memimpin revolusi demokrasi rakyat sebagai jalan satu-satunya untuk mewujudkan hasrat seluruh rakyat indonesia yang tak dapat dilaksanakan oleh revolusi agustus 1945, ialah mencapai indonesia baru yang merdeka penuh dan demokratis.

Kesimpulan-kesimpulan itu adalah sebagai berikut :

Revolusi Agustus 1945 sebagai revolusi borjuasi demokrasi tipe baru, yang mempunyai tugas menghancurkan imperialisme dam sisa-sisa feodalisme sampai ke akar-akarnya hanya bisa mencapai kemenangan apabila dipimpin oleh proletariat. Untuk mewujudkan pimpinannya atas revolusi borjuasi demokrasi tipe baru itu, proletariat pertama tama harus bersekutu dengan kaum tani, dan atas dasar persekutuan buruh dan tani di bawah pimpinan klas proletar, menggalang front persatuan revolusioner dengan klas-klas golongan revolusioner lainnya. Proletariat dapat melakukan kewajibannya sebagai pemimpin front persatuan revolusioner apabila mempunyai program dan taktik yang tepat, yang menjadi pedoman bagi jalannya revolusi dan diterima oleh sekutu-sekutunya, mempunyai organisasi yang kuat dan menjadi teladan dalam menjalankan tugas-tugas nasional. Dalam hal program yang tepat sangat penting artinya program agraria revolusioner untuk menggalang persekutuan buruh dan tani; dalam hal taktik yang tepat sangat penting artinya menguasai bentuk perjuangan yang pokok, yaitu perjuangan bersenjata yang bersandar pada dukungan kaum tani. Semua itu hanya bisa dipenuhi apabila proletariat mempunyai partai politiknya sendiri, yaitu PKI, yang sepenuhnya dipimpin oleh teori revolusioner marxisme-leninisme yang bebas dari segala macam oportunisme.

Syarat bagi pelaksanaan sepenuhnya tugas revolusi agustus 1945 bukan merebut kekuasaan negara dari tangan imperialis asing dan memindahkan kekuasaan itu ke tangan RI, tetapi harus menghancurkan seluruh mesin negara kolonial dan mendirikannegara yang sama sekali baru, yaitu diktatur demokrasi rakyat yang merupakan kekuasaan bersama klas-klas anti imperialis dan anti feodalisme di bawah pimpinan klas buruh. Diktatur demokrasi rakyat sebagai alat revolusi borjuasi demokratis tipe baru harus menindas dengan kekerasan dan tak kenal ampun semua musuh revolusi, dan menjamin hak-hak demokrasi yang seluas-luasnya bagi rakyat. Karena tidak dipimpin oleh proletariat, revolusi agustus 1945 tidak menyelesaikan syarat tersebut sebagaimana mestinya. Mesin negara kolonial tidak dihancurkan sama sekali. RI yang dibentuk bukan diktatur rakyat, tetapi republik borjuis.

Pentrapan yang salah dari teori tentang kontradiksi dan penyimpangan dari ajaran Marxisme-Leninisme mengenai negara dan revolusi telah menjerumuskan pimpinan PKI pada teori dua aspek dalam kekuasaan negara yang oportunis.

Pembebasan rakyat indonesia dari penghisapan dan penindasan imperialis serta sisa-sisa feodalisme hanya dapat dicapai melalui jalan revolusi yang pasti akan terjadi lagi, yang berwatak sama dengan revolusi agustus 1945, yaitu revolusi borjuasi demokrasi tipe baru. Tugas terpenting dari revolusi yang akan datang ialah menghancurkan kekuasaan kontra revolusioner dalam negeri yang dewasa ini diwakili oleh diktatur militer jendral-jendral kanan nasution-suharto dan komplotannya, melalui perjuangan bersenjata. Perjuangan bersenjata mengalahkan kontra revolusi bersenjata akan mencapai kemenangan apabila hakikat perjuangan bersenjata kaum tani melaksanakan revolusi agraria. Dan perjuangan bersenjata kaum tani melaksanakan revolusi agraria hanya akan dapat mencapai kemenangan penuh apabila dilakukan dengan pimpinan proletariat menghancurkan kekuasaan semua kekuatan kontra revolusioner dalam negeri.

Tugas-tugas yang dihadapi oleh partai untuk memimpin dan memenangkan revolusi demokrasi rakyat, ialah:

Pertama: meneruskan pembangunan kembali PKI yang Marxis-Leninis, bebas dari segala macam oportunis, teguh melawan subyektifisme dan revisionisme modern; bersamaan dengan ini meneruskan pekerjaan membangkitkan kembali, mengorganisasi dan memobilisasi massa, terutama kaum buruh dan tani.

Kedua:bersiap memimpin perjuangan bersenjata jangka panjang yang menjadi satu dengan revolusi agraria kaum tani di desa-desa.

Ketiga:menggalang front persatuan revolusioner dengan semua kekuatan yang melawan diktatur militer jendral-jendral kanan suharto nasution, atas dasar persekutuan buruh dan tani dibawah pimpinan klas buruh. Inilah tripanji partai untuk revolusi demokrasi rakyat.

Demikianlah kita telah menarik pelajaran mengenai soal-soal pokok dari revolusi agustus 1945 dan demikian telah mengetahui pula tugas-tugas pokok yang kita hadapi di hari-hari yang akan datang. Kita menyadari sedalam-dalamnya bahwa musuh yang dihadapi oleh revolusi yang akan datang adalah seluruh kontra revolusioner dalam negeri yang dibenggoli oleh jendral-jendral kanan AD suharto-nasution dan mereka ini mendapat bantuan kaum imperialis terutama imperialis AS. Tetapi kitapun menyadari sedalam-dalamnya bahwa revolusi indonesia yang akan datang adalah revolusi yang dikehendaki oleh sebagian yang amat luas dari rakyat indonesia yang telah mendapat pelajaran yang tak ternilai harganya dari revolusi agustus 1945. Seperti juga Revolusi Tiongkok yang besar, Revolusi Vietnam yang jaya, Revolusi Korea dan Revolusi Kuba yang menang dan semua revolusi di negeri-negeri setengah jajahan dan setengah feodal, Revolusi Indonesia mempunyai tenaga pokok yaitu kaum tani, yang seperti dikatakan Lenin “ sanggup menjadi pembela sepenuh hati dan yang sangat radikal dari revolusi demokratis”, asal saja proletariat sanggup memberikan pimpinan yang tepat, maka “kaum tani tidak boleh tidak akan menjadi benteng revolusi dan republik, karena hanyalah revolusi yang menang sepenuhnya yang dapat memberikan kepada kaum tani segala sesuatu di lapangan reform-reform agraria—segala sesuatu yang diinginkan petani-petani, yang mereka impi-impikan, dan yang benar-benar mereka butuhkan, untuk keluar dari lumpur, dari setengah perhambaan, dari kegelapan penindasan dan perbudakan” (Lenin, Dua Taktik Sosial Demokrasi Dalam Revolusi Demokratis).

Kita juga sedikitpun tak akan lupa, bahwa proletariat internasional, baik yang sudah berhasil membebaskan diri dan nasion-nya, maupun yang sedang berjuang untuk membebaskan dirinya, semua rakyat yang berjuang melawan Imperialisme adalah sekutu Revolusi Indonesia yang akan datang. Dan bahwa Imperialis AS, biang keladi kontra-revolusi dunia itu, meskipun mendapat bantuan dari kaum revisionis modern model Cruschev, sedang menghadapi bencana kekalahan yang memalukan dan tak terelakkan di Vietnam.

Kita tahu bahwa tugas yang kita hadapi adalah berat, pelik dan penuh bahaya, tetapi kesadaran baru yang lahir kembali dan ditempuhnya kembali jalan revolusi memberikan daya hidup dan daya juang yang tak terpatahkan !

Kita tidak dapat mengukur betapa panjang jalan yang masih harus kita lalui, tetapi dengan menempuh kembali jalan revolusi membikin harapan akan kemenangan bukan lagi impian !

Kita juga tahu bahwa jalan yang kita lalui bukan jalan yang bertabur bunga, tetapi kita pun tak ragu bahwa hanya melalui jalan ini bunga-bunga merah mawar akan mekar mewarnai kehidupan baru yang bebas dan demokratis !

Marilah dengan sebulat hati kita serahkan segenap kemampuan yang ada pada kita untuk memenuhi panggilan tugas yang mendatang, menggulingkan kekuasaan diktatur militer jendral-jendral kanan AD Suharto-Nasution, pemimpin dari kontra-revolusioner dalam negeri, sebagai pembuka jalan ke Indonesia Baru, bebas dari Imperialisme dan sisa-sisa Feodalisme !

Hancurkan Diktatur Militer Jendral-Jendral Kanan AD Suharto-Nasution dan komplotannya !

Hidup Rakyat Indonesia !
Jayalah Partai dan Negeri !

POLITBIRO CC PKI
Jawa Tengah, 17 Agustus 1966

Tidak ada komentar:

Posting Komentar