wawuwalik79

>

Senin, 09 Februari 2015

Kritik Materialisme Dalam Konsep Alienasi Marx Terhadap Konsep Kematian Tuhan Ala Nietschze

KRITIK MATERIALISME DIALEKTIKA DALAM KONSEP ALIENASI MARX TERHADAP KONSEP KEMATIAN TUHAN ALA NIETSCHZE.

Written By PEMBEBASAN JogjaJateng on Kamis, 19 Juni 2014 | 22.22





Oleh: Che Gove.



Babak Pertama Nietschze.



Arti Kematian Tuhan.



Tuhan sudah mati, demikian ungkapan Nietzsche yang terkenal. Dengan diberikannya konsep “mati” di dalam Tuhan. Tuhan menjadi argumen yang dapat dipertanggung jawabkan hanya terkait dengan sejarah dan manusia. Oleh sebab itulah, Nietzsche memberikan konsep kematian di dalam argumennya tentang Tuhan.
            

Dengan kematian Tuhan, Nietzsche kemudian mengajukan konsep kelahiran Tuhan baru. Jika Tuhan mati, manusialah yang menjadi Tuhan. Yesus adalah kurban yang harus mati di kayu salib. Kematian yang kemudian disamarkan menjadi sebuah kepercayaan saleh akan cinta Tuhan. Tuhan mengorbankan Yesus demi terbebas dari diriNya sendiri dan orang Yahudi. Tuhan perlu membunuh putraNya untuk terbebas dari diriNya sendiri dan lahir kembali menjadi Tuhan baru yang universal. Demikianlah arti kematian Tuhan yang pertama.
            

Yang kedua, kesadaran Yahudi menginginkan Tuhan yang lebih universal. Dengan matinya Tuhan di kayu salib, Tuhan tidak tampak lagi keyahudiannya. Yahudi lebih memilih menciptakan Tuhan yang penuh kasih dan rela menderita karena kebencian. Dengan nilai kasih yang lebih universal, Tuhan Yahudi telah menjadi Tuhan universal. Tuhan yang lama mati dan Putera menciptakan Tuhan baru bagi kita yang penuh kasih.
            

Arti ketiga dari kematian Tuhan berkaitan dengan agama Kristiani. Nietzsche mengartikan lain teologi St. Paulus. Teologi Paulus yang banyak dijadikan dasar ajaran kristiani adalah pemalsuan besar-besaran. Dikatakan demikian karena Kematian Putera adalah untuk membayar hutang Tuhan. Nietzsche melihat terlalu besar hutangNya. Tetapi kemudian, Tuhan mengorbankan PuteraNya bukan lagi untuk membebaskan diriNya melainkan demi manusia. Tuhan mengirimkan PuteraNya untuk mati karena cinta, kita menanggapinya dengan perasaan bersalah, bersalah atas kematian tersebut dan menebusnya dengan menyalahkan diri sendiri. Demikianlah kemudian Nietzsche menyebut kita semua sebagai pembunuh Tuhan dengan semua kedosaan kita. Inilah moralitas budak yang dikritik Nietzsche. Budak bertindak bukan atas dasar dirinya sendiri melainkan ketakutan akan tuannya. Tindakannya selalu didasarkan pada perintah tuannya. Bertindak sendiri akan menyangkal kodratnya dan dianggap sebagai kesalahan. Berbeda dengan moralitas budak, moralitas tuan merupakan sikap yang sebaliknya. Moralitas tuan tidak mewujudkan apa yang seharusnya dilakukan tetapi apa yang senyatanya dilakukan. Moralitas tuan menghargai dirinya sendiri. Mereka selalu yakin, perbuatannya baik.  



Sakit Jiwa Hilang Ingatan.
            

Akhir hidup Nietzsche sangat tragis. Setelah mengundurkan diri sebagai profesor (tahun 1879), ia memfokuskan diri menulis pemikiran filsafatnya. Hidupnya penuh sakit. Ia tidak tahan dingin, sehingga selama musim dingin, ia mengungsi ke Italia Utara yang lebih hangat udaranya. Pencernaannya begitu sensitif, sehingga ia tidak bisa makan dan minum dengan leluasa. Pada tahun 1889, saat melihat seorang kusir memukul kudanya, ia tersentak, mental-nya patah, dan ia menjadi hilang ingatan. Selama 11 tahun sisa hidupnya, ia diasuh oleh mama dan kakaknya. Ia mati pada tahun 1900.




Babak Kedua Marx.




Agama itu Candu.


Agama dalam sosiologi merupakan suatu kajian yang sangat penting, bahkan para pendahulu sosiologi baik itu August Comte, Emile Durkheim, Max Weber, selalu membahas agama dalam konsep sosiologinya. Disini akan dibahas konsepsi agama menurut Marx. Marx adalah tokoh yang hidup dimasa 3 revolusi sehingga Marx mengalami sendiri realitas masyarakat di era tersebut, sehingga pembacaan terhadap agama pun secara konteks sangat dipengaruhi oleh sosial kultural masyarakat eropa di abad pertengahan.
            

Marx mengkonsepsikan kehidupan dalam suatu basis materialisme yang universal yang menjadi penggerak sejarah, yaitu struktur basis yang merupakan penggerak utama yang bersifat koresponden terhadap struktur supra. Struktur basis adalah ekonomi yang mencangkup seluruh proses ekonomi baik produksi, konsumsi, persaingan ekonomi, dan sebagainya. Sedangkan struktur supra terdiri dari berbagai sektor misalnya politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya, struktur supra ini merupakan representasi (gambaran) dari struktur basis.
            

Ekonomi adalah pondasi dasar sejarah kehidupan manusia, karena ekonomi merupakan induk dari segala sub struktur kehidupan yang melahirkan berbagai basis supra. Jika kita menelaah dari perspektif Ibnu Khaldun dalam bukunya al-Muqaddimah maka akan kita temukan alur pemikiran Ibnu Khaldun yang senada dengan Karl Marx, walaupun secara esensinya personalisasinya berbeda. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa “Kodrat manusia tidak cukup hanya memperoleh makanan. Sekalipun makanan itu ditekan sedikit-dikitnya sekedar cukup untuk makan sehari-hari saja, misalnya sedikit gandum, namun diperlukan usaha yang banyak juga. Misalnya menggiling, meramas, memasak. Masing-masing pekerjaan membutuhkan sejumlah alat, dan hal inipun menuntut pekerjaan tangan yang lebih banyak lagi dari yang telah disebutkan diatas." Manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan dirinya kecuali dengan bergotong royong dengan menggabungkan dengan beberapa ahli. Tanpa proses produksi yang di tunjang dengan alat kerja yang baik maka manusia tidak dapat melangsungkan kehidupannya.


Dari pernyataan tadi dapat kita simpulkan bahwa penggerak sejarah manusia adalah produksi material kebutuhan hidup kemudian dengan produksi tersebut melahirkan segala bentuk sub struktur baik itu organisasi politik, produksi, sosial kemasyarakatan dan sebagainya. Dengan konsumsi tadi manusia bekerja sesuai dengan keahliannya dalam masyarakat dimana inilah yang membentuk spesifikasi keahlian, dari produksi melahirkan barang kebutuhan hidup, pabrik, organisasi politik, sosial, kebudayaan dan sebagainya. Yang membedakan pembacaan Ibnu Khaldun dan Marx adalah wujud personalisasinya jika menurut Ibnu Khaldun manusia memperoleh kodrat tersebut dari Tuhan maka Marx mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hakikat dari manusia itu sendiri.
            

Struktur basis dalam konteks Marx adalah bangunan dasar atau pondasi pokok dalam sejarah atau kehidupan manusia, dimana struktur basis ini adalah yang melahirkan struktur supra. Agama, politik, budaya dan sebagainya dilahirkan dari ekonomi, asumsi dasar Marx adalah ketika manusia menjauh dari Ekonomi atau untuk memperkuat kelancaran ekonomi maka manusia akan berpaling atau membentuk struktur lain yang mendukunggnya. Mengapa agama lahir dari ekonomi? Pertanyaan ini dapat dijawab menggunakan filsafat yang sederhana “pada manusia primitif agama difungsikan untuk menggambarkan rasa syukur karena panen yang melimpah atau sebagai ritual pengorbanan untuk mempersembahkan korban karena gagal panen atau terserang wabah penyakit." Artinya dalam tesis filsafat tadi agama hanya dijadikan alat sebagai pemenuhan hasrat ekonomi dan ketakutan manusia.



Marx menafsirkan agama sebagai candu bagi masyarakat “ Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi dari kesukaran yang sebenarnya dan protes melawan kesukaran yang sebenarnya. Agama adalah nafas lega makhluk tertindas, hatinya dunia yang tidak punya hati, spirit kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat.” (Marx, 1843/1970)
            

Dalam hal ini anda sebagai umat yang beragama tidak boleh menyalahkan Marx sepenuhnya, karena asumsi dari Marx itu merupakan hasil dari pengamatan Marx di era revolusi. Agama hanya dijadikan sebagai pelampiasan kegagalan manusia yang kalah dalam pertarungan dunia, dan dalam kenyataannya agama hanya dijadikan sebagai penenang diri terhadap kekalahan dari dunia. Agama membuat manusia malas berkarya dan hanya menerima segala penderitaan dengan harapan surga. Bagi Marx agama adalah hanya sekedar imajinasi dari ketidak berdayaan manusia terhadap struktur basis, Marx mengkritisi filsafat Hegel yang mengatakan bahwa Roh Absolut yang menggerakkan segala tindakan manusia dan alam semesta, kemudian Marx membalikkannya, dengan mengatakan bahwa manusialah penggerak sejarah sesungguhnya, Roh Absolut hanyalah hasil imajinasi dari ketidak berdayaan manusia di dunia.
            

Agama menurut Marx hanya dijadikan sebagai alat legitimasi penindasan, keotoriteran penguasa dan menjadi alat sebagai pembodohan manusia. Jika dibenturkan di situasi konteks Marx maka dapat kita baca dengan jelas bahwa kalangan gereja di abad pertengahan kebawah dijadikan sebagai alat legitimasi penindasan oleh para penguasa. Umat Kristen oleh gereja selalu didoktrin akan keindahan surga jika menjalankan penderitaan tersebut dengan sukarela dan tidak melawan rezim yang sedang memimpin. Para pemuka agama memanfaatkan kedudukan yang strategis itu justru untuk melegalkan penindasan di masa itu. Salah satunya adalah melarang kebebasan berpikir, jika kebebasan berfikir tersebut digunakan sebagai alat untuk melawan penindasan pemerintah para agamawan demi mempertahankan posisinya akan menuduh orang tersebut dengan pemberontak, kafir, atau bid'ah dan sebagainya.
            

Agama sebagai salah satu sumber konflik, agama adalah salah satu hal yang menjadikan alienasi dalam masyarakat. Perbedaan dalam agama justru menyekat-nyekat kehidupan sosial dan sebagai penyebab konflik yang mengatas namakan agama. Dalam sejarah Indonesia sendiri konflik antar umat beragama sering terjadi misalnya saja kasus di Ambon, Poso, agama dijadikan alat untuk melegitimasi pembunuhan padahal permasalahan pokok yang utama hanyalah dibidang ekonomi dan politik, yang dalam konteks sekarang kita kenal sebagai sistem Kapitalisme.




Babak Pertarungan Marx Versus Nietschze.




Apakah betul yang dikatakan oleh Nietschze bahwa Tuhan telah mati dalam kepatuhan suci manusia ataukah oleh Marx dalam alienasinya manusia justru mengeksiskan Tuhan?
            

Dalam konsepsi Tuhan telah mati oleh Nietzsche  terdapat problem yang masih mengemuka ketika ditarik masuk kedalam perdebatan tentang konsepsi Alienasi Marx. Nietschtze dalam konsepsinya tentang Tuhan telah mati menjelaskan bahwa matinya (alienasi) Tuhan dari dunia realitas sebagai bentuk pertolongan terhadap umatnya untuk menghapuskan segala dosa-dosa manusia meskipun dirinya harus rela mati di tiang salib. Dengan demikian sebagai rasa terimakasih maka manusia harus tunduk di bawah penderitaan dirinya juga di dunia, menanggung beban hidupnya juga di dunia sebagaimana kematian Tuhan tersebut. Sederhananya Tuhan mati karena telah menanggung dosa-dosa manusia artinya manusialah pelaku utama pembunuhan terhadap Tuhan dan senjata paling mematikan manusia tersebut adalah dosa-dosa.


Konsepsi alienasi Marx sendiri sangat bertentangan dengan konsepsi Tuhan telah mati (alienasi) Nietschze yang menuduh pendosa-pendosa sebagai pelaku utama pembunuhan Tuhan. Berbeda dengan Nietschze, Marx dalam menyusun konsepsi alienasi manusia melandaskan pada filsafat Materialisme Dialektika yang mengacu pada realitas kehidupan masyarakat manusia dan lingkungan hidup yang saling berkoresponden satu sama lain.


Konsepsi alienasi menurut Marx adalah manusia-manusia sebagai mahluk yang relatife bebas setelah berstatus sebagai pekerja dalam pabrik waktu hidupnya terhisap habis oleh si kapitalis. Dengan demikian si buruh teralienasi dari barang kebutuhan hidup yang di produksi oleh dirinya sendiri selama 384 menit yang dihisap oleh kapitalis. Selain itu penjelasan tentang alienasi manusia atas dirinya sendiri berlaku juga dalam praktek eksodus iman manusia kepada tuhan. Dimana manusia di dalam realitas hidupnya yang tereksploitasi terdoktrin dengan ayat-ayat suci yang dibawa oleh polisi-polisi (Ustadz) religius masjid atau pendeta-pendeta gereja yang berakibat pada menumpulkan kesadaran kritis rakyat.


Rakyat dengan kondisinya yang tereksploitasi terjebak dalam doktrin Idealisme vulgar agamawan. Sebagaimana Marx meyakini bahwa agama adalah opium bagi masyarakat, hal tersebut benar-benar terjadi dalam dunia realitas rakyat yang tereksploitasi. Agama sebagai opium menjanjikan kenikmatan di akhirat, menjamin suatu subtitusi kehidupan yang surgawi atas kehidupan yang penuh dengan penderitaan di dunia (sistem kapitalisme). Dengan demikian surga adalah jaminan bagi mereka yang melarikan diri kepada tuhan dan menjauhkan diri dari realitas sejati (antagonisme klas).
            


Apa yang menjadi pertentangan dalam konsep alienasi Marx terhadap Nietschze adalah tentang eksodus manusia dari realitas antagonisme kelas kepada Tuhan (alienasi manusia atas dirinya kepada Tuhan) yang akan menentukan apakah Tuhan benar-benar mati dibunuh sebagaimana dalam konsepsi yang disusun Nietschze atau justru semakin eksis dalam ide (kesadaran) rakyat dalam konsepsi Alienasi menurut Marx. Sebagaimana yang diimani oleh Nietschze bahwa Tuhan telah mati (teralienasi) sebab manusia telah melarikan diri dalam bentuk ketundukan dan kepatuhan  dengan sambil menggandeng dan membawa dosa-dosa dunia kepada sang Tuhan. Namun menurut pandangan Marxis bahwa justru sebaliknya manusia akan semakin mengeksiskan Tuhan dengan kesadaran opiumnya terhadap Tuhan.


Semakin manusia berkecanduan akan  membuat keberadaan Tuhan semakin kuat eksis dalam ide-ide. Ide-ide dalam diri rakyat yang tertindas. Dengan demikian Tuhan vulgar yang hinggap  dimana-mana dalam ide (kesadaran) rakyat semakin memiliki ruang eksisNya dalam ide (kesadaran) rakyat. Sehingga  konsepsi Tuhan telah mati (teralienasi) merupakan suatu teori yang lemah yang dimiliki oleh Nietschze. Dosa-dosa dalam konsepsi Tuhan Telah Mati ala Nietschze pun sama sekali tidak melandaskan dirinya kedalam dunia realitas. Seperti memaksakan keyakinan kita bahwa adanya malaikat pencabut nyawa Tuhan yang bersembunyi dibalik dosa-dosa mematikan yang omong kosong. 



Teori Nietschze telah MATI !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar